Minggu, 24 November 2013

BELAJAR MEMAHAMI FILSAFAT

Filsafat, (philosophia), secara etimologis berarti cinta kebijaksanaan. Secara umum, berfilsafat berarti usaha manusia untuk mengetahui, memahami segala sesuatu. Garis besar pengetahuan dan pemahaman yang dipelajari meliputi logika (benar – salah), etika (baik – buruk), estetika (indah – jelek).

Untuk kemudahan memahaminya dapat dimulai dengan pengenalan tokoh-tokoh beserta teorinya secara periodik dan beberapa istilah yang menyertainya. Istilah penting untuk hal dimaksud diantaranya : Ontologi (ilmu yang mempelajari darimana asalnya “ada”), Epistemologi (ilmu yang mempelajari darimana asalnya “pengetahuan”), Aksiologi (ilmu yang mempelajari tentang nilai/value dari sebuah pengetahuan).

I.    Ontologi

A.    Filsafat Alam (Kosmologi).

Disebut sebagai Filsafat Alam karena para pemikir yang menyelidiki menyatakan bahwa asal segala sesuatu berasal dari alam.
-    Thales (624 – 548 SM)        : Intisari atau dasar dari alam semesta berasal dari air.
-    Anaximandros            : Asal dari alam adalah zat yang tidak tentu sifatnya.
-    Anaximenes (590 – 528 SM)    : Asal dari segala sesuatu adalah udara.
-    Pitagoras (     - 532 SM)        : Asal dari segala sesuatu adalah bilangan.
    Filsafat Menjadi (Change).
Disebut Filsafat Menjadi karena dinyatakan bahwa realitas yang sesungguhnya adalah sesuatu yang bergerak, mengalami perubahan hingga akhirnya ‘menjadi’.
-    Herakleitos (535 – 475 SM)    : Segala sesuatu tak ada yang tetap. Semua mengalir (pantha rhei). Satu-satunya realitas adalah perubahan hingga ‘menjadi’.
    Filsafat Ada (Being).
Disebut Filsafat Ada karena dinyatakan bahwa realitas sudah ‘ada’ lebih dulu. Setiap perubahan adalah sesuatu yang semu.
-    Parmenides (540 – 475 SM)    : Diluar “ada” tentulah “tak ada”. Maka realitas hanyalah ‘yang ada’, diluar itu merupakan sesuatu yang semu atau tak bisa dipercaya.
-    Empedokles (490 – 435 SM)    : Setiap benda adalah penggabungan dari unsur Api, Tanah, Air, Udara. Keempat unsur inilah yang merupakan dasar terakhir dari segala sesuatu. Proses ini terpelihara oleh dua kekuatan yang saling bertentangan yaitu Cinta dan Benci. Cinta merupakan energi yang menyatukan sedangkan Benci merupakan energi yang mencerai-beraikan.
-    Anaxagoras (499 – 428 SM)    : Segala sesuatu adalah penggabungan dari banyak unsur (spermata) yang bejenis-jenis sifatnya.
-    Democritus (460 – 370 SM)    :  Segala sesuatu terjadi akibat tindakan atom (partikel yang tak dapat dibagi lagi) yang berkumpul menjadi satu sehingga menjadi benda.

Pertentangan antara Filsafat Menjadi dengan Filsafat Ada tak terdapat penyelesaian karena masing-masing pendapat sama kuat argumentasinya.

B.    Filsafat Manusia (Anthropologi)

Periode berikutnya, teori tentang alam sebagai dasar dari segala sesuatu mulai bergeser bahkan dimentahkan dengan adanya pemikiran bahwa “manusia adalah pusat dari alam semesta”. Untuk selanjutnya, pemikiran-pemikiran mengenai segala sesuatu fokus pada manusia dengan segala pikiran dan tingkah lakunya.

-    Socrates (469 – 399 SM)    : Pengertian sejati berpusat dari manusia dengan segala pikiran dan tingkah lakunya. Dalam kesadaran manusia, barangsiapa mempunyai pengertian dan pengetahuan maka akan mengetahui realitas dankebajikan.

-    Plato (427 – 347 SM)         : Dunia terdiri dari dua macam, dunia pengalaman dan dunia idea. Realitas sejati adalah dunia idea, sedangkan dunia pengalaman adalah bayang-bayang dari idea.
-    Aristoteles (384 – 322 SM)    : Realitas adalah kesatuan antara bentuk dan isi. Tanpa bentuk, sesuatu tak berarti apa-apa. Demikian pula tanpa isi, bentuk tak memiliki nilai apa-apa.
Ajaran Aristoteles pada akhirnya dikenal sebagai Hulemorfisme. Hule berarti bentuk (ekstensi), sedangkan Morfe berarti isi inti (essensi). Realitas adalah penggabungan dari kedua unsur tersebut.

Pada masa ini, sepertinya telah usai perdebatan mengenai realitas. Perkembangan pemikiran filsafat hanyalah merujuk dari pendapat tokoh-tokoh tersebut sehingga terjadi aliran-aliran yang disebut neo seperti Neoplatonis, Neoaristotelians.

Sementara itu, Kristen berkembang di Eropa sejak abad 1 M dan mengalami puncaknya pada abad 3 M ketika kaisar Romawi yang berkuasa menyatakan Kristen sebagai agama resmi kerajaan. Sejak saat itu, pemikiran-pemikiran filsafat Yunani mulai diberantas dan digantikan dogma-dogma Kitab Suci. Segala pemikiran haruslah yang disetujui oleh pihak Gereja. Sampai dengan abad 12 M, Eropa disebut mengalami ‘masa kegelapan’ bagi pemikiran-pemikiran. Beberapa ahli pikir dan ilmuwan seperti Giordano Bruno, Nicholas Copernicus, Galilei Galileo harus berhadapan dengan hukuman mati atau kurungan karena dianggap tidak sesuai dengan doktrin Kitab Suci.

II.    Epistemologi

Masa kegelapan bagi kemajuan pemikiran yang berlangsung lama di Eropa (1200 tahun) membuat resah masyarakat Eropa. Hal ini ditambah dengan munculnya filsuf-filsuf Arab dan Andalusia (Islam) yang mendominasi ilmu pengetahuan. Nama-nama seperti Ibnu Sina, Al Kindi, Al Khawarizmi, Al Jabar, Ibnu Rusyd, hadir sebagai pemikir-pemikir baru yang memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan. Yang membuat semangat masyarakat Eropa kembali bangkit adalah ketika diketahui ternyata filsuf-filsuf Islam tersebut ternyata mempelajari dan mengembangkan pemikiran Aristoteles. Masyarakat Eropa akhirnya bangkit semangatnya untuk mempelajari dan mengembangkan kembali pemikiran-pemikiran terdahulu dan mulailah periode yang disebut Renaissance (lahir kembali pemikiran Yunani).
A.    Rasionalisme

Paham yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan berasal dari pikiran.
-    Rene Descartes (1596 – 1650)    : Cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada).
-    Baruch Spinoza (1632 – 1677)    : Untuk mencapai kebahagiaan maka manusia harus rasional.
B.    Empirisme

Paham yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan berasal dari pengalaman inderawi.
-    John Locke (1632 – 1704)    : Manusia dilahirkan ibarat ‘kertas kosong’ (tabula rasa). Pengalaman inderawi yang memberikan pengetahuan. Tiap pengetahuan adalah hasil dari sensation dan reflection.
-    David Hume (1711 – 1776)    : Seluruh pengetahuan adalah jumlah pengalaman. Apa saja yang merupakan pengetahuan hanya disebabkan oleh pengalaman. Substansi hanyalah anggapan, khayalan. Yang ada hanyalah Impression.

C.    Kriticisme – Fenomenalis

Pertentangan antara Rasionalisme dan Empirisme tidak membuahkan kesimpulan mana yang menjadi penentu awal pengetahuan yang benar, karena msing-masing memiliki kelemahan-kelemahan.
-    Imannuel Kant (1724 – 1804)    : Das ding an sich (realitas benda ada pada benda itu sendiri). Kebenaran realitas benda itu tidak dapat dikenali, yang dapat dikenali hanyalah gejala-gejalanya (fenomena) saja. Pengetahuan hanyalah pada yang tampak bukan pada yang nyata.

Teori-teori Imannuel Kant sepertinya mengakhiri pertikaian antara kubu rasionalisme dan empirisme. Perkembangan pemikiran kemudian merujuk pada teori Kant yang kemudian dikembangkan dalam mencari realitas kebenaran. Manusia semakin tinggi kedudukannya sebagai ‘pusat semesta’.
•    Dialektis

-    G. W.F. Hegel (1770 – 1831)    : Idea adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak awal disebut thesis yang menyebabkan gerak lain yang bertentangan yaitu antithesis yang pada akhirnya menimbulkan gerak kesimpulan yang disebut synthesis. Synthesis di perkembangannya akan menjadi thesis baru lagi yang menyebabkan gerak baru lagi. Begitu seterusnya. Proses ini disebut Dialectika. Realitas kebenaran hanya terdapat pada ‘ruh sejarah’ yang menyertainya yang meliputi ruang dan waktu.
•    Positivis

-    A. Comte (1798 – 1857)    : Kebenaran adalah sesuatu yang harus dapat diukur. Segala sesuatu haruslah yang sudah tertentukan sebab akibatnya yang nyata.
•    Evolusionis

-    Charles Darwin (1809 – 1882)    : Proses realitas semesta adalah proses gerak mekanik alam sehingga menjadi. Manusia adalah hasil proses tertinggi dari perkembangan dari keteraturan hokum mekanika alam tersebut.
•    Eksistensialis

-    S. Kierkegaard (1813 – 1855)    : Keberadaan manusia berarti sepenuhnya ‘ada’. Karena kemauannya yang merdeka menjadikan manusia adalah subyek yang kongkrit dan selalu ‘ada’. Kebenaran tidaklah berada di system yang umum melainkan terdapat pada eksistensi individual.
•    Materialisme Historis

-    Karl Marx (1818 – 1883)    : Hidup manusia ternyata ditentukan oleh keadaan ekonomi. Segala hasil tindakan manusia dan pengaruhnya terhadap dunia hanyalah endapan dari keadaan tersebut dan telah tertentukan oleh sejarah. Agar bisa menjadi masyarakat ideal, maka harus dihapuskan tingkatan-tingkatan kelas yang terjadi dalam masyarakat.

•    Psiko Analisis
-    Sigmund Freud (1856 – 1839)    : Tindakan manusia disebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang disimpan dalam memori alam bawah sadar. Tingkatan alam bawah sadar terdiri atas id, ego, super ego dimana akan terjadi pertentangan yang menghasilkan tindakan sesuai dengan diri dan kebutuhannya.


Perkembangan berikutnya adalah percabangan-percabangan filsafat dan ilmu pengetahuan yang mengembangkan dari ajaran-ajaran sebelumnya, seperti pragmatisme, strukturalisme, fenomenologi, psikologi dan berkembang lagi menjadi ilmu-ilmu pengetahuan secara spesifik yang terdapat dalam bidang-bidang pengajaran akademik.

Diracik oleh : Lek Miko

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | ewa network review